Monday, May 26, 2008

Keprihatinanku kepada saudaraku.

Keprihatinanku kepada saudaraku.
Sungguh parah dan sangat memperihatinkan sekali pemahaman masyarakat kita di kurun ini, tak perduli dengan kebenaran, tak perdulikan keadilan sama sekali berfikir untuk kepentingannya sendri semata, bahkan mereka nyata-nyata kalau ada kesempatan seperti pejabat dan bisa koropsi mereka pun akan melakukan hal yang sama, tak hanya itu mereka berpendapat bahwa kedholiman itu sudah suatu budaya dan kewajaran jadi kalau gak ikut didalamnya ('sok suci' istilah yang mereka sebut) maka akan hancur, mereka berfikir dan mengatakan 'jujur hancur', cari makan yang haram aja susah apalagi yang jujur polos, astaghfirullahal 'adhiim, sungguh menyedihkan pemikiran masyarakat seperti ini.
 
Pemikiran seperti itu tidak hanya dimiliki oleh seorang saja tetapi itulah keadaan orang awam bahkan bisa dikatakan mayoritas, yah kita harus mengelus dada dan kaget betapa besar tugas kita dan mungkin menjadi tugas keturunan kita untuk meluruskan pemahaman tersebut, tak hanya itu yang lebih membuat saya terperanjat tak alang kepalang, seorang teman dia  muslim terkadang sholat tapi dia mengatakan 'mana ada kiamat, saya gak yakin adanya kiamat dunia ya seperti ini entar anak cucu kita ya hidup terus mati seperti kakek kita' kata temenku itu, niatku begitu ingin memasukkan pemahaman tentang hari akhir yang lebih kekal, saya bertanya ingatkan dia di alam perut, tapi dia malah mengatakan "udahlah sekarang sendiri-sendiri saja, gak usah ngurus orang lain, kalau aku dosa ya entar biar aku tanggung sendiri, apa semua orang kamu paksa untuk seperti kamu? kalau semua orang sholih ya dunia ini cepet di gulung", Allahu akbar sungguh perihatin saya, disamping kebingungan saya harus bagaimana? dia yakin dunia akan digulung tapi menentang adanya kiamat.
 
Entah berapa banyak dari masyarakat kita yang demikian ini, tapi hal itu memberikan pelajarang kehati-hatian kepada kita sebagai seorang pendidik setidaknya sebagai seorang ayah atau ibu kepada anak-anaknya, betapa penting landasan ilmu agama untuk bekal kehidupan anak kita, silahkan bercita-cita menjadi apapun di masa yang akan datang tetapi tanpa didasari pemahaman ilmu agama, sungguh sangat berbahaya, betapa banyak praktek perzinaan (perselingkuhan) antara pembantu (TKW) dan sopir (TKL) padahal di negeri yang konon berlandaskan hukum islam Saudi Arabia, bagaimana kalau di negri selain di sini? dan yang mencengangkan lagi hal seperti itu seperti sudah menjadi kebanggaan di para sopir, mereka menceritakan dengan bangga, saling sharing cara pertemuan dengan pembantu dan saling memberi saran untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
 
Yah sepertinya aku juga harus jujur bahwa kegiatan hubungan lawan cenis seperti itu tdk hanya di kalangan kuli atau pekerja tapi juga di kalangan pribumi, bujangan atau bahkan yang sudah menikah, aku berlindung kepada Allah dari segala keburukan lisanku, hanyak untuk mengingatkan saudaraku sekalian bukan tujuan mbuka aib, bahwa degradesi moral itu telah parah dimana-mana, yok kita hati-hati saudaraku, tidak semua memang tapi hal itu bukan suatu yang rahasia lagi dikalangan kami para pekerja miskin.
 
Allahu akbar Astaghfirullahal adhiiiim, ampuni sebesar apapun dosa yang telah kami perbuat ya Robbi, turunkanlah hidayahmu seluas-luasnya untuk hamba-hambamu yang belum sadar ya Allah. wallahu a'lam bishowab. semoga Engkau ya Allah mengampuni segala kesalahan hambamu yang lemah ini ya Allah. Adapun tulisan ini saya share tiada lain hanya untuk mengajak para saudaraku sekalian merenungkan dan mengambil penyikapan akan hal tersebut, bagaimana jika pemahaman itu juga ada pada saudara kita? oleh sebab itu sungguh sangat penting saling mengingatkan sedini mungkin kepada siapa saja sebelum terlambat terutama kepada generasi yg dalam pembelajaran, sperti anak kecil remaja. by: endyen.
 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal 

Sunday, May 25, 2008

Jagalah Akidahmu....!

"Perhatikan hal yang kecil, niscaya yang besar akan terlihat".
Dalam barakidah kepada Agama yang lurus yaitu islam sebagai pedoman dan panduan hirup kita, sudah menjadi amalan wajib dan syarat kesucian dalam berakidah adalah membersihkan diri dari segala keyakinan atau ajaran yang menyimpang. Hidup adalah pilihan, bahkan dalam pencarian aqidah dan golongan islam yang kita anut, kita dihadapkan dengan berbagai golongan yang keseluruhannya mengaku paling selamat, demikian kenyataan yang telah diprediksikan oleh rosulullah SAW bahwa islam akan terpecah mencadi 73 golongan dan hanya satu yang selamat yaitu ahli sunnah wal jamaa'ah, artinya kelompok atau suatu pemahaman yang nyata-nyata menentang terhadap sunnah (tidak lagi mengacu hadits rosul) sebagai landasan berfikir sudah barang tentu telah keluar dari golongan yang selamat sebagai mana hadits Rosul, tugas untuk memilih dari pemahaman yang mengaku ahli sunnah saja membutuhkan kejelian dan pengetahuan yang banyak, kok masih sempat melirik pemahaman yang nyata-nyata menentangnya.
 
Dengan segala kehati-hatian tanpa mencerca golongan satu kepada yang lainnya mari kita sebagai pencari jalan yang lurus Selamat dan diridhoi Allah dan Rosulnya, untuk belajar, meneliti dengan segala rasa takut kepada Allah dan kemudian menjalankan keyakinan kita dengan tanpa menganggap paling benar diri sehingga menimbulkan peremehan dan bahkan mencerca kelompok lain yang sesama mencari Ridho Allah dan rosulnya dengan berusaha meniti kelompok ahlus sunnah wal jama'ah tersebut. Terhadap kelompok yang nyata-nyata telah mengikrarkan diri bukan ahlus sunnah dan bahkan memasukkan faham yang menentang sunnah sudah menjadi suatu kewajiban sebagai muslim ahlus sunnah untuk tidak mengikutinya dan memperjuangkan dengan segala upaya agar ummat tidak terpengaruh oleh fitnah yang bersumber dari Syaithon laknatullah, seperti faham Liberalisme, Sekularisme, Komunisme, zionisme dan neo-Zionisme dll.
 
Duhai Saudara-saudaraku seiman, sungguh ciri-ciri orang yang berilmu adalah yang semakin takut (yakhsya) kepada Allah, keberanian terhadap hukum Allah bahkan pembangkanagan terhadapnya sungguh merupakan kecerobongan yang sangat membahayakan, tidak hanya untuk dirinya tetapi untuk orang lain, tidak hanya pada saat kehidupan di dunia sekarang ini tetapi membahayakan pula generasi yang akan datang dan bahkan membahayakan kehidupannya siapa saja yang terlena kedalamnya nanti pada kehidupan akhirat, kita diberikan akal untuk memahami hukum al-qur'an dan taat kepadanya bukan menyelewengkan dan menciptakan hukum yang bertentangkan dengannya, penuhi hati kita dalam mengambil hukum itu dengan rasa takut dan tunduk, bukan dengan berani dan mengandalkan akal dan nafsu, keberanian di peruntukkan bukan untuk menafsirkan hukum al-qur'an sesuai kehendak(nafsu)kita, tetapi keberanian digunakan untuk mendakwahkan kebenaran al-qur'an dan menyeru manusia untuk tunduk kepada Allah dg mengikuti Hukumnya. wallahu A'lam bisshowab (endyen)
 
إنما يخشى الله من عباده العلماء
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا
 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal 

Friday, May 23, 2008

Wacana Khilafah dan Ideologi Transnasional

Wacana Khilafah dan Ideologi Transnasional

Oleh: M Idrus Ramli*


Perbincangan tentang khilafah Islamiyah dewasa ini seakan tidak terlepas dari kaum pengusung ideologi transnasional. Karena meskipun khilafah Islamiyah merupakan persoalan mayoritas umat Islam – untuk tidak mengatakan umat Islam secara keseluruhan, persoalan khilafah dewasa ini menjadi perbincangan hangat dan polemik yang aktual di berbagai media, setelah diangkat secara internasional oleh kelompok yang mengusung ideologi transnasional – yang dalam hal ini adalah partai politik Hizbut Tahrir, sebagai wacana aktual dan memiliki ruangan pemikiran tersendiri dalam wacana mereka.


Dalam khazanah pemikiran Islam, persoalan khilafah atau imâmah (kepemimpinan) dikategorikan sebagai persoalan furû'iyyah (cabang) yang masuk dalam kajian ilmu fikih, terlepas dari pandangan kelompok Syiah yang menganggapnya sebagai persoalan ushûliyyah (ideologis). Namun walaupun termasuk persoalan furû'iyyah, khilafah memiliki ruangan yang spesifik dalam kajian ilmu kalam (teologis) yang menjadi kajian ushûliyyah. Hampir semua pakar ilmu kalam memberikan kajian yang spesifik tentang khilafah dalam kitab-kitab ilmu kalam yang mereka tulis, semisal Imam al-Haramain dalam al-Irsyâd, al-Ghazali dan al-Iqtishâd, al-Amudi dalam Ghâyat al-Marâm, al-'Adhud al-Iji dalam al-Mawâqif dan lain-lain.


Menurut hemat penulis, yang perlu diperhatikan dalam menyikapi persoalan khilafah yang kian hari selalu berupaya diaktualisasikan oleh kaum pengusung ideologi transnasional Hizbut Tahrir melalui majalah bulanan Al-Wa'ie dan mingguan Al-Islam yang menjadi corong pemikiran mereka, adalah hal-hal yang tersembunyi di belakang slogan khilafah Islamiyah itu sendiri. Memang harus dimaklumi, bahwa pada saat-saat kaum Muslimin dewasa ini dilanda keputus-asaan dan hilangnya rasa percaya diri setelah mengalami kekalahan dan kehancuran dalam bidang sosial, politik, ekonomi, militer, peradaban dan kebudayaan dalam pertarungan dahsyat menghadapi serangan dan hegemoni Barat (Amerika dan Eropa), sebagian kalangan mengembalikan kekalahan tersebut pada rapuhnya persatuan umat Islam yang tercabik-cabik dan tidak terlaksananya syariat Islam sebagai sistem negara dalam naungan khilafah Islamiyah. Berangkat dari alasan inilah, kaum pengusung ideologi transnasional Hizbut Tahrir, yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani, mengangkat wacana khilafah sebagai satu-satunya solusi untuk mengembalikan kejayaan umat Islam yang hilang dan kembali dalam persatuan di bawah naungan sistem khilafah yang menjanjikan terlaksananya ajaran Islam secara kaaffah.


Sekilas, alasan dan ajakan tersebut sangat rasional dan menjanjikan impian indah kaum Muslimin yang telah terkubur dalam kenangan manis sejarah masa lalu. Namun apabila kita melacak latar belakang Taqiyuddin an-Nabhani sendiri dan ideologi yang diusungnya, agaknya kita akan segera menelan ludah yang teramat pahit penuh dengan kekecewaan. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari beberapa contoh berikut ini:


Pertama, latar belakang an-Nabhani sendiri yang diliputi dengan kabut hitam penuh misteri. Masa lalunya, ia termasuk pengikut aliran radikal Ikhwanul Muslimin Quthbizme didikan Sayid Quthub yang mengadopsi pandangan Khawarij dalam hal takfîr (pengkafiran) terhadap seluruh kaum Muslimin yang ada di muka bumi pada saat ini. An-Nabhani juga terlibat sebagai anggota partai sosialis kiri yang beraliran komunis Marxis. Akan tetapi karir politiknya yang tidak berhasil mengantarnya menuju puncak kesuksesan dalam partai komunis tersebut, mengantarnya pada inspirasi untuk mendirikan partai politik 'Islam' Hizbut Tahrir (HT) yang mengusung wacana khilafah dengan dia sendiri sebagai pimpinannya.


Kedua, latar belakang an-Nabhani yang terlibat dalam partai komunis marxis menyisakan satu pemikiran yang dia tuangkan ke dalam partai HT yang didirikannya. Dalam beberapa bagian karyanya as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah (seperti hal. 43, 71 dan 91), secara vulgar an-Nabhani mengadopsi ideologi Mu'tazilah yang tidak mempercayai qadha' dan qadar Allah I. Rukun iman yang seharusnya ada enam, direduksinya menjadi lima. Apabila ideologi komunis tidak mempercayai adanya Tuhan apalagi qadha' dan qadar Tuhan, maka HT mempercayai Tuhan tetapi tidak mempercayai qadha' dan qadar yang menjadi salah satu sifat kesempurnaan Tuhan.


Ketiga, dalam karyanya as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah (seperti hal. 70), an-Nabhani secara vulgar mengkritik mayoritas kaum Muslimin Ahlussunnah Wal-Jama'ah sejak generasi salaf yang saleh. Menurutnya, kaum Muslimin telah gagal dalam mengatasi persoalan ideologis sehingga terjerumus dalam 'kesesatan'. Oleh karena itu, tidak heran apabila kita dapati sebagian petinggi HT dewasa ini menulis kritik terhadap ideologi kaum Muslimin dalam ilmu kalam. Tentu saja kritik mereka terhadap kaum Muslimin akan melahirkan perpecahan dan pada akhirnya keberadaan HT sendiri akan dianggap duri dalam daging yang menyakiti kaum Muslimin.


Keempat, masa lalu an-Nabhani yang pernah tidak lulus dalam studinya di Universitas al-Azhar karena hasil ujiannya yang buruk, sangat berpengaruh terhadap pemikiran HT. Tidak jarang an-Nabhani sendiri dan petinggi-petinggi HT yang lain mengeluarkan fatwa-fatwa kontroversial dan keluar dari al-Qur'an dan Hadis, seperti pandangan HT yang tidak mempercayai siksa kubur, fatwa bolehnya jabatan tangan dengan wanita ajnabiyyah, fatwa bolehnya qublat al-muwada'ah (ciuman selamat tinggal) dengan wanita ajnabiyyah sehabis pertemuan semisal acara-acara seminar, pelatihan dan lain-lain.


Dari beberapa pandangan HT yang bertentangan dengan ajaran al-Qur'an dan Hadis di atas, kiranya kaum Muslimin perlu berpikir jernih dengan hati nurani yang paling dalam, hal-hal yang tersembunyi di belakang jargon khilafah dan tegaknya syariat Islam. Tentu kita akan menolak khilafah dan syariat Islam model HT yang akan menebarkan perpecahan, kebencian, kerapuhan akidah dan dekadensi moral atas nama khilafah dan agama. [] 


* Penulis adalah mantan Pemimpin Redaksi IJTIHAD periode 1418 H. Tulisan ini dimuat di Majalah Ijtihad Edisi 28. sumber dari sidogiri.com

 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal 

Kudeta Demi Khilafah

 Kudeta Demi Khilafah

Oleh: Ahmad Dairobi*

Memang sudah semestinya seorang Muslim punya keinginan agar umat Islam bersatu kembali di bawah satu pemimpin, seperti pada masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin juga Bani Umayah. Jika tidak, maka layak dipertanyakan komitmennya terhadap agama. Hal itu sebagai sebuah idealisme. Soal mungkinkah persatuan itu terwujud atau tidak, itu soal lain.


Barangkali semua Muslim sepakat bahwa pemerintahan ideal itu adalah pemerintahan khilafah pada masa Khulafaur Rasyidin. Sehingga, khilafah banyak dianggap sebagai bentuk asli dari pemerintahan Islam, meskipun sebenarnya khilafah bukanlah sebuah bentuk, namun sebuah semangat.

 

Kalau kita mengikuti pendapat Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah, jelas sekali bahwa khilafah itu bukanlah sebuah bentuk. Arti khilafah menurutnya adalah membawa masyarakat untuk mencapai kebaikan dunia-akhirat dengan mengikuti pola pikir Syariat. Definisi ini dibuat oleh Ibnu Khaldun untuk membedakan dengan al-mulk (kerajaan) yang berarti membawa masyarakat atas dasar kepentingan dan nafsu. Makna yang hampir sama disampaikan oleh Khudhari Bik dalam Itmâmul-Wafâ dan Abdul Wahhab an-Najjar dalam al-Khulafâ' ar-Râsyidûn.

 

Menurut beberapa Hadis, khilafah memang selesai pada tahun 40 Hijriah atau 30 tahun setelah Rasulullah r wafat. Namun, dalam Hadis lain, Rasulullah r masih menyebut para pemimpin setelah itu sebagai khalifah, semisal yang terdapat dalam Hadis tentang 12 khalifah yang diriwayatkan dari banyak jalur. Dengan demikian, maka yang dimaksud khilafah yang berakhir pada tahun 40 itu adalah khilafah yang ideal.

 

Secara umum, kamus politik internasional menyatakan bahwa khilafah berakhir pada tahun 1924 M, setelah runtuhnya Dinasti Utsmani di Turki. Kesimpulan ini didapat mungkin karena setelah Dinasti Utsmani tidak ada lagi negara Islam yang menyematkan label khilafah dalam pemerintahannya. Atau, mungkin karena Dinasti Utsmani merupakan negara Islam terakhir yang memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas. Atau, mungkin karena Dinasti Utsmani berdiri di Abad Pertengahan. Memang, hampir semua pemerintahan Islam yang muncul di Abad Pertengahan mengklaim dirinya sebagai "Khilafah".

 

Ibnu Khaldun memilih untuk tidak memastikan sampai abad berapa khilafah itu bertahan. Ketika melihat kecenderungan politik antar-masa, ia hanya membuat kesimpulan bahwa kadar kekentalan khilafah bisa dibagi tiga, yaitu khilafah murni, khilafah campuran, dan khilafah labelnya saja. Masa Khulafaur Rasyidin masih murni khilafah, karena pemerintahan betul-betul berdasarkan agama. Masa Umayah sampai masa-masa awal Abbasiyah, secara umum, landasan agama dalam khilafah sudah bercampur baur dengan politik kekuasaan yang dibangun di atas orientasi golongan dan kepentingan duniawi penguasa. Setelah itu, secara umum, khilafah sudah tinggal nama dan klaim, sedangkan esensinya sudah hilang sama sekali.

 

Maka, ketika kata "khilafah" diucapkan, cukup sulit bagi kita untuk menebak apa maksudnya. Sebab, persepsi orang tentang pengertian khilafah memang berbeda-beda. Ada yang cenderung memahami khilafah sebagai semangat kepemimpinan yang berlandaskan agama. Dengan pengertian ini, maka khilafah tidak bisa disematkan secara utuh kepada satu periode tertentu, kecuali masa Khulafaur Rasyidin. Dengan pengertian ini, orang bisa saja menyebut pemerintahan Umar bin Abdil Aziz sebagai khilafah, tapi masa sebelum dan sesudahnya sudah bukan khilafah. Di antara puluhan negara-negara Islam saat ini, bisa saja ada negara khilafah jika negara itu menjadikan Islam sebagai landasan pemerintahannya.

 

Adapula yang cenderung memahami khilafah sebagai persatuan umat Islam di bawah satu pemimpin atau umat Islam hanya punya satu negara dan satu pemimpin. Mengikuti pengertian ini, maka khilafah secara umum berakhir pada masa Umayah. Setelah itu sudah bukan khilafah, karena Muslimin sudah terpecah ke dalam dua pemerintahan, lalu ke dalam beberapa negara.

*****

Apapun persepsi tentang khilafah, yang jelas semuanya merujuk pada masa Khulafaur Rasyidin. Hanya saja sudut pandangnya berbeda-beda. Ada yang mengambil dari sudut pandang semangat, landasan dan moralnya. Ada yang mengambil dari sudut pandang persatuannya. Dan, adapula yang mengambil sudut pandang secara utuh. Yang terakhir ini adalah sudut pandang paling idealis, namun nyaris menjadi sebuah utopia jika melihat kondisi saat ini.

 

Meski untuk kembali ke Khulafaur Rasyidin hampir mustahil, minimal kita wajib  punya keinginan atau impian kembali ke sana. Namun, bukan berarti bahwa pemerintahan yang tidak sama dengan Khulafaur Rasyidin harus dibabat, dikudeta lalu direvolusi. Sebab, politik bukanlah wilayah yang bisa disulap tanpa risiko. Revolusi politik memiliki risiko yang sangat tinggi.

 

Kudeta Abbasiyah membuat Damaskus menjadi lautan darah. Rencana pemberontakan Sayidina Husain terhadap Yazid berakhir dengan tragedi Karbala yang mengenaskan. Kudeta Abdullah bin az-Zubair berakhir dengan genangan darah Muslimin di Masjidil Haram dan bangunan Kakbah menjadi luluh lantak. Pemberontakan Madinah terhadap Yazid berakhir dengan Tragedi Harrah yang memakan puluhan ribu nyawa Muslimin, baik dari Sahabat maupun Tabiin.

 

Karena pertimbangan risiko tinggi itu, ulama-ulama fikih nyaris menutup pintu untuk memberikan izin bagi terjadinya pemberontakan, kudeta dan semacamnya, meskipun penguasa yang hendak dihabisi adalah penguasa yang zalim. Ada banyak sekali syarat untuk bisa mengkudeta penguasa yang tidak memenuhi kriteria, antara lain: tidak menyebabkan terjadi kekacauan yang lebih besar dan pengganti yang dipersiapkan memenuhi kriteria.

 

Oleh karena itu, ulama-ulama fikih cenderung menyatakan sah terhadap pemerintahan-pemerintahan Muslimin yang tidak sesuai kriteria Syariat, baik yang tidak sesuai itu adalah kualitas pemimpinnya atau sistem pemerintahan yang dianutnya. Keputusan ini diambil karena realitas politik memang tidak memungkinkan untuk menerapkan semua kriteria secara utuh. Inilah yang disebut kondisi darurat. Dalam kondisi ini, berada di bawah pemimpin yang zalim masih lebih baik daripada tidak memiliki pemimpin sama sekali. Memiliki pemerintahan yang tidak ideal masih lebih baik daripada terjadinya pertumpahan darah yang tak ada ujungnya.

 

Kalau kondisi tidak ideal itu selalu disikapi dengan upaya kudeta dan pemberontakan, maka umat Islam akan mengalami nasib yang sama dengan Khawarij. Dari satu rezim ke rezim yang lain, Khawarij selalu menjadi opisisi ekstrem dan berada di medan perang melawan penguasa; benak mereka selalu diisi dengan revolusi politik Sehingga, mereka selalu berada dalam situasi resah, tidak sempat mempelajari ilmu pengetahuan agama, apalagi membangun peradaban. Ini jelas tidak kondusif bagi perkembangan Islam.

 

Melihat berbagai ilustrasi di atas, inti yang ingin penulis sampaikan di sini adalah bahwa kita wajib punya impian untuk memiliki pemerintahan sebagaimana masa Khulafaur Rasyidin. Jika memungkinkan dan tidak menyebabkan mudarat yang lebih besar, kita juga wajib berjuang untuk menegakkan dan menghidupkan kembali pemerintahan Khulafaur Rasyidin, baik dalam bagian-bagian tertentu atau (kalau bisa) secara utuh.

 

Namun demikian, pemerintahan kita saat ini tetaplah merupakan pemerintahan yang sah; undang-undang dan peraturannya yang tidak melanggar Syariat wajib kita patuhi. Dan, jika memungkinkan dan tidak menyebabkan mudarat yang lebih besar, kita juga harus memperjuangkan agar negara ini bisa menjadi lebih sesuai lagi dengan Syariat dan mengupayakan agar umat Islam bisa bersatu kembali di bawah satu pimpinan.

 

Sekali lagi, semua itu, kalau memungkinkan dan tidak menimbulkan mudarat yang lebih besar.[]

 

* Penulis adalah Kepala Badan Pers Pesantren Pondok Pesantren Sidogiri dan Mantan Pemimpin Redaksi IJTIHAD periode 1421 H. Tulisan ini dimuat di Majalah Ijtihad Edisi 28

sumber :http://www.sidogiri.com/modules.php?name=Kajian_Santri&file=article&sid=915&mode=&order=0&thold=0
 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal 

Tuesday, May 20, 2008

Non muslim Kebakaran Jenggot

Berbagai cara dilakukan oleh kaum missionaris untuk mengkristenkan sebanyak-banyaknya umat, tetapi justru hasilnya malah berbalik hampir 180 derajat, orang krister berbondong-bondong memeluk islam, merubah strateginya kaum ini dengan gencar menyebarkan pemahaman liberal, pemahaman kebebasan yang sangan bertentangan dengan pemahaman keagamaan, sasarannya adalah kaum cendikiawan, dengan menawarkan kenyataan yang kamuflase tanpa menilik kepada kejayaan islam yang lebih lama sebelumnya mereka mencekoki kaum cendikiawan muda ini untuk meniru gaya berfikir kaum missionaris barat ini agar bisa berfikir maju dan meniru kemajuan negrinya saat ini yang padalah penuh dengan kecurangan dan menghalalkan segala cara untuk mengeruk semua kesuksesan dalam hal materi tak perduli menyengsarakan bangsa lain, atau bahkan rakyatnya sendiri yang masih banyak tertinggal dan kesejahteraannya yang tak merata.
 
Hujatan orang-orang liberal mencoba mengungkapkan kekurangan al-qur'an menurut mereka, mereka berusaha membuktikan bahwa al-qur'an bukanlah wahyu Allah denga penafsiran serampangan, mereka mengajak kaum muslimin untuk mengkritik Al-qur'an dan merekonstruksi ajaran agamanya dengan dalih membuka pintu ijtihad, tapi justru hasilnya merubah hukum islam secara telak, yang haram menjadi halal dan sebaliknya.
 
Pada dasarnya memang suatu kebenaran harus diperjuangkan, perjuangan tak bisa berhenti bahkan ketika kembali dari berperang nabi mengatakan "kita telah kembali dari jihad kecil kepada jihad yang lebih besar" kemudian para sahabat bertanya "lalu apa itu jihad akbar" nabi menjawab bahwa "Jihad besar adalah melawan hawa nafsu", jadi jelas saat ini kaum muslimin di seluruh alam harus benar-benar berjihad melawan segala upaya pemelencengan hukum dan segala idiologi yang berdasarkan hawa nafsu dan tidak berdasarkan hukum Allah.
 
Jika kaum penyebar idiologi non islam itu mengkritik Al-Qur'an dan mencari-cari kekurangannya, hendaknya kita sebagai seorang muslim menjadikan hal itu sebagai hal yang sebaliknya, karna memang Al-Qur'an siap di kritik ketangguhannya, bahkan dengan terbukti kebohongan kritikan orang pembenci islam itu kita akan dapat membuktikan ketangguhan islam yang tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya, betapa usaha pera penolong Agama Allah di zaman ini seperti karya Harun Yahya yang membongkar kebobrokan teori Darwin, idiologi Komunis dan Kesalahan Ateis serta membuktikan betapa kehebatan al-Qur'an dalam memaparkan segala ilmu dari berbagai bukti kebenarannya dari alam dan segala prediksi akan keberadaan dunia sejak mulai sampai hancurnya Bumi dan isinya sungguh bukti kebenaran Al-Qur'an pula yang perlu kita ikut renungkan dan fikirkan sebagai orang yang diberikan akal dan pemikiran oleh Allah SWT.
 
Usaha Dr. Zakir Abdul Karim Naik yang begitu gigih bagaikan seorang panglima perang menangkal segala tuduhan akan kekurangan Al-qur'an, berdakwah ke berbagai penjuru dunia, bedebat dari berbagai kalangan kriten dan ilmuan menjadi salah satu pelantara tersebarnya Islam dan pensiaran akan ketangguhan Al-Qur'an di tinjau dari ilmu pengetahuan Modern, lebih dari 300 debat atau simposium yang beliu adakan belum terlihat kekalahan dalam hujahnya, bukan karna kehebatan beliau, tetapi kehebatan Al-Qur'an yang menjadi dasar landasan berfikirnya beliau Semoga Allah Selalu merahmati beliau.
 
Para pejuang islam pada zaman sekarang ini yang begitu gigih membela kebenaran agama Allah, rosul dan kitabnya layaknya menjadi suri tauladan yang bisa kita jadikan contoh dan menjadi gambaran kita untuk membuka cakrawala pemikiran kita, walaupun sebagai manusia tak di pungkiri mereka pun memiliki kekurangan dan kelebihan, tetapi jikalau usaha mereka sesuai dengan Al-qur'an dan hadits dan para pewaris nabi yaitu ulama', tidak menyimpang dari syari'ah bukankah itu suatu pembuktian kebenaran? Akan menjadi kesalahan kita, bila kita mengikuti para penentang  nabi dengan merekonstruksi ajaran islam yang melenceng dan menganggap ajaran tabiin dan para mujtahid menyimpang padahal mereka tidak merasa justru pendapat merekalah yang melenceng dari syari'at.
 
Semoga Allah memberikan kepada kita Cahaya ilmunya sehingga dengannya membuat kita lebih memiliki rasa takut kepada Allah SWT, "inma yakhsya Allaha min ibadihil ulama'.  
 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal