Monday, November 26, 2007

Tobat Paku

Taubat Paku
(Cerpen)
Malam itu pukul 2 dini hari, "Bruk..." suara pintu dibuka dengan kasar,"siapa ya?" tanya pak Udin dari dalam dari dalam kamarnya seperti biasa pada jam itu dia melakukan sholat malam, "Aku Badri pak.." sahut pemuda 25 tahun baru datang yang tak lain adalah anaknya sendiri, sambil sempoyongan mabuk Badri masuk ke kamarnya hendak tidur, pak Udin keluar dari kamarnya dan melihat anaknya yang sedang mabuk segera menegurnya "kamu mabuk lagi nak..? kapan kamu berhenti seperti ini nak, kasihanilah bapak yang udah tua ini.. taubatlah nak hentikan perbuatanmu yang melanggar agama ini nak, takutlah pada Allah! toh hidup di dunia ini tak lama, akhirat nanti tempat yang kekal untuk kita hidup, bahagia atau tidaknya kita nanti di Akhirat tergantung amalan kita di dunia ini nak" nasehat ayahnya yang tak bosan-bosannya mendoakan anaknya dengan sabar. "Ah bapak ni gak tahu pergaulan zaman sekarang ya? udahlah bapak udah tua emang mestinya rajin ibadah, aku kan masih muda ya semestinya gaul ama temen-temen, bisa dikata bencong kalau aku diam di rumah kayak bapak.. udahlah pak toh Badri gak minta duit dari bapak, Badri ngantuk, capek, Badri mau tidur" bantah badri sok tau sambil mulai melemparkan tubuhnya di atas kasur tempat tidurnya. "Sadarlah nak.. tidak memandang tua atau muda, tapi umur kita tidak ada yang tahu nak, siapapun bisa meninggal kapan saja dan di mana saja, Bapak khawatirkan kamu nak selain bapak nanti di tanya atas titipan bapak, engakupun nantinya bertanggung jawab atas semua perbuatanmu nak" lanjut pak udin mengingatkan anaknya sambil menengok berjalan ke kamar Badri, Badri pun terlihat cuek dan mulai memejamkan matanya entah terdengar atau tidak nasehat Udin, tapi orang tua 65 tahun itu mulai menghentikan omongannya karna melihat anaknya sepertinya telah lelap tidur.

Pak Udin terlihat kecewa dan letih melihat anaknya, air mata mulai keluar basahi pipinya yang mulai kerut, dia kembali ke kamarnya dan melanjutkan sholatnya, tak henti-henti pak udin menangis dan mendoakan anaknya agar sadar disamping dia menasehati sesekali kalau Badri pulang ke rumah, karna Badri memang jarang pulang ke rumah, terlihat dalam kamar pak Udin ratusan paku telah ditancapkan, setiap kali Badri berbuat maksiat yang melanggar agama seperti mabuk, judi, mencuri, main perempuan dll dia selalu menancapkan satu paku untuk satu maksiat yang diperbuat Badri.

Suatu saat Badri ingin mendengarkan radio, biasanya radio itu berada di ruang tamu tapi jika tidak ada berarti ayahnya mengambilnya ke dalam kamar, di carinya radio itu ke dalam kamar ayahnya, tiba-tiba Badri tercengang keheranan pasalanya dia telah lama sekali tidak masuk kamar ayahnya tapi di dapatinya kamar itu penuh dengan paku yang di tancapkan di dinding sekeliling kamanr dan sampai atap kamar penuh dengan paku, Badri keheranan dan bertanya dalam hatinya "apa maksud ayahku menancapkan paku2 itu semua?" didapatinya radio deket tempat tidur ayahnya, dan diambilnya.

Tak lama kemudian ayahnya pulang dari kebun setelah mencuci tangan dan kakinya pak Udin masuk ke dalam rumah didapatinya Badri yang sedang asyik menikmati musik sambil melahap semangkuk indomi yang hampir habis, "Bapak sebentar pak Badri mau tanya" sapa Badri sambil menghabiskan indomi di mangkuknya. "Ada apa Nak" sahut Udin dengan tenang dan penuh kesabaran."Badri tadi masuk kamar bapak mau ambil radio, Badri lihat di kamar Bapak kok penuh dengan paku yang di tancepin di seluruh kamar, apa maksudnya?" tanya Badri dengan penasaran. "Ooo itu nak" jawab Udin mulai menjelaskan sambil mengambil salah satu bangku dan duduk diatasnya,"jadi bapak menancapkan paku-paku itu setiap kali bapak melihat atau mendengar kamu berbuat maksiat nak, bapak takut kepada Allah, dan selalu memohon agar engakau diberi hidayah, setiap kali bapak melihat seluruh paku-paku itu pada sholat malam, bapak gak bisa bayangkan tanggungan bapak nanti di hadapan Allah, tapi tat kala kamu berbuat baik bapakpun mencabut satu untuk satu kebaikan yang kamu lakukan nak" jelas pak Udin singkat sambil matanya berkaca-kaca, Badri diam tercengang dan berfikir dalam-dalam kemudian dia kembali lari melihat kamar ayahnya yang penuh dengan paku tadi, dia mulai menyadari betapa banyak maksiat yang telah dia lakukan.

"Maafkan Badri pak" sahutnya lirih didepan pintu kamar ayahnya sambil melihat ribuan paku yang menancap di dinding sampai atap kamar pak Udin, "aku telah memaafkanmu sebelum kamu minta maaf, tapi yang ku pikirkan adalah bagai mana pertanggung jawabanku dan kamu sendiri nanti di hadapan Allah jika kamu tidak menghentikan perbuatanmu, sekarang masih ada kesempatan nak mumpung ayah masih hidup, bertaubatlah semoga Allah mengampuni dosa kita" Pak udin kembali menasehati, "akan Badri coba pak" sahut Badri lirih. "Alhamdulillahirobbil alamin ya Allah yang memberikan hidayah, bimbing anak hamba ke jalanMu, Ampuni semua salahnya"sambil mengangkat kedua tangannya keatas dan air matapun keluar dari kedua kelopak matanya teriring rasa haru mendengar niat taubat anaknya satu-satunya.

Mulailah hari itu Badri berangkat ke masjid berselang beberapa saat setelah ayahnya sampai di masjid terlebih dahulu, Badri terlihat malu-malu dengan pakaian seperti bermain tapi akhirnya dia mampir ke Masjid setiap kali sholat, karna rasa malunya dia jarang sholat di masjid tempat daerahnya dia pergi seperti bermain tapi kemudian singgah di sebuah masjid yang agak jauh dari rumahnya, dengan demikian tak seorangpun tahu bahwa dia mulai berubah, di masjid tersebut dia mulai belajar mengaji dan beribadah, tapi ayahnya mengetahui akan hal itu karna kebetulan guru ngaji tempat Badri belajar adalah sahabat Pak Udin yang melaporkan setiap Badri berjamaah dan mengaji di sana, namun pak Udin berpura2 tidak mengetahuinya sambil mencabut satu demi satu paku yang di tancapkan di dalam kamarnya.

Tanpa terasapun seperti jalanja Air mengalir sesekali Badri terlihat sholat sunnah malam di rumahnya, Pak Udin pun membiarkan, dan terkadang Badri bertanya tentang Agama kepada ayahnya. Al-Hasil Badri pun berubah 180 derata menjadi pemuda yang rajin ibadah sampai akhirnya seluruh paku yang tertancap di seluruh kamar pak Udin tercabut semuat tanpa sisa, namun Badri terlihat semakin Khusu' dan tak henti2nya menangis setiap malam saat Sholat Tahajud, "Nak aku bersyukur engkau telah berubah dan bertaubat, insya Allah, Allah mengampuni dosa kita, kebaikan yang engkau lakukan lebih banyak dari maksiat yang kau lakukan dulu, terlihat paku yang ku tancapkan telah habis tercabut semoga Allah mengampuni dosamu nak.." hibur pak Udin kepada anaknya,"memang benar paku itu telah tercabut bersih tak tersisa satupun tapi bekas tancapan paku itu tak pernah hilang, kalaulah Allah tidak merahmati aku niscaya Aku adalah orang yang dholim pak" sambil tersedu-sedu Badri menyesali perbuatannya sambil di ciumnya tangan ayahnya, Pak Udin pun mengelus-elus kepala anaknya dengan penuh haru dan sayang,"Kamu bernar nak jangan pernah berhenti mengharap Rahmat Allah, dan jangan pernah merasa telah banyak berbuat baik atau ibadah karna sebanyak apapun kebaikan kita sampai kita tidak mampu membawanya tak ada apa-apanya di bandingkan satu rahmat Allah yang di berikan kepada kita"
(wallahua'lam bishowab.fiksi by: Pujakesula)

No comments: