Saturday, July 11, 2009

Belajar dari Sejarah penjilid-an Al-qur'an.

Diriwayatkan pada shahih Bukhari, Ketika terjadi pembunuhan besar besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yg mereka itu para Huffadh (yg hafal) Alqur'an dan Ahli Alqur'an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra : "Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur'an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur'an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yg tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur'an dan tulislah Alqur'an..!"berkata Zeyd : "Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur'an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??", maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur'an". (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).

Hadits ini adalah salah satu hadits yang dijadikal landasan hukum bahwa segala sesuatu perbuatan yang baru yang tidak dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah bid'ah dholalah yang terlarang dan haram hukumnya, memang iyanya hal diatas yang tidak dilakukan dan diperintahkan oleh Rasulullah SAW adalah bid'ah, namun itu adalah baik dan sesuai Al-qur'an dan sunnah, itulah yang disebut dengan bid'ah mahmudah sebagaimana pendapat Imam As-syafi'ie Rahimahullah.

Sebagian golongan yang menolak bid'ah hasanah menjelaskan bahwa hal di atas adalah termasuk dalam masholihul mursalah, maka jika kita objektif terhadap apa yang terjadi, penyebutan sebagai masholihul mursalah justru suatu yg baru pula, sebagaimana penyebutan bid'ah mahmudah.

Perbedaan penyebutan yang pada intinya adalah sama yaitu mengakui adanya perkara baru yang sesuai dengan sunnah, yaitu penjilidan Al-qur'an yang jelas-jelas oleh para sahabat rasulullah sendiri dikatakan sebagai hal yang tidak dilakukan atau diperintahkan oleh rasulullah, atau dalam kata lain hal itu adalah hal yang muhdats (baru) yaitu bid'ah yang dihindari karna ancama "setiap yg baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah masuk neraka".

Demikian pula para sahabat mengerti sekali bahwa hal tersebut adalah hal yang baru, sampai mereka takut dan membantah untuk melakukan penjilidan, namun mereka berijtihad demi kemaslahatan dan demi kebaikan umat, karna memang sesuatu itu tidak melanggar sunnah atau syariat.

Jika ada segolongan yang tetap mengatakan hal itu adalah bukan bid'ah, atau bukan hal yang baru dan keberadaannya telah dilakukan oleh para sahabat, maka segolongan itu sesungguhnya telah merasa lebih pintar dari pada para sahabat RA. Bagaimana tidak? para sahabat saja tahu dan menganggap bahwa itu adalah hal yang baru sehingga sebelum dijelaskan tentang baiknya dan pentingnya, mereka takut melakukannya.

Kalau toh pun ada yg berijtihad macam-macam dlm menyikapi kejadian ini dan menyebut apa saja, itu hak yang berijtihad jika telah memenuhi syarat ijtihad. namun hargai pula ijtihad mujtahid mutlak Imam Syafi'ie yang menetapkan bid'ah menjadi dua yaitu bid'ah madzmumah (tercela) dan bid'ah mamduhah (terpuji), berhentilah melecehkan ulama dan menghina pendapatnya. Karna setiap ucapan itu baik buruknya tercatat dan dipertanggungjawabkan.
wallahu a'lamu bishowab.
--
Your Best Regard
www.rindurosul.wordpress.com
http://www.rumahvendi.phpnet.us

No comments: