Thursday, June 18, 2009

Aqidah Istiwa Ala al-arsy

Dengan menulis artikel tentang aqidah ini, tentu akan ada segolongan orang yang menganggap salah atau sesat bahkan kafir terhadap saya, juga ada yang pro dan setuju kepada ada, atau ada pula yang dalam posisi kebingungan entah benar ataukah salah apa yang saya tulis, dan posisi saya dalam tulisan ini, Namun resiko di cap sebagai seorang kafir tidak hanya sendiri yang menerima, bahkan seorang Muhaddits besar sekaliber Imam Bukhori pun mendapatkan cap yang sama, oleh orang lain yang tidak sependapat oleh beliau, Kebenaran adalah satu, dan yang satu itu ada "ditangan" Allah dan siapa yg sudah bertemu Allah? bukankah kita blm? Dapat kita dapatkan dari Rasulullah melalui Hadits2nya dan kabar darinya, lalu bukankah yang dituduh kafir adalah Imam Bukhori yang ahli Hadits??

Pembicaraan ini mengenai sifat Allah tuhan kita, tuhan semesta Alam, tuhan kaum muslimin yang tidak ada menyerupai makhluk dan tidak ada satu makhlukpun yang serupa denganNYA.

Dimana Allah?
Pertanyaan ini sering sekali dikemukakan oleh sebagian golongan dalam pengajian-pengajian tauhidnya, terkadang sangat terlihat maksud dari pertanyaan ini adalah untuk mengungkapkan ketidak setujuannya terhadap seseorang atau kelompok lain yang mengatakan "tidak boleh ditanya dimana Allah" atau yang berkeyakinan "Allah Ada tanpa tempat".

Suatu hari sy ikut pengajian disuatu kelompok, terdapat peserta-peserta baru yang jarang mengaji, seperti saya juga baru, setibanya diruangan tersebut, jama'ah ditanya terutama yang baru dengan pertanyaan diatas Dimana Allah? Sepontan kami kaget, ada diantara kami yg menjawab Allah tidak butuh tempat jadi tak layak pertanyaan itu ditanyakan, ada yg menjawab di dalam diri kita, sesungguhnya dia lebih dekat dari urat nadi, ada yg menjawab dimana-mana, saya memaklumkan jawaban-jawaban itu keluar, karna memang para ulama' ahlussunnah tidak atau jarang membahasnya.

Sang ustadzpun mengeluarkan dalil bahwa yang tepat jawabannya adalah di Langit, dan bertanya tentang hal itu adalah masyru' boleh dan layak, karan Rasul pernah bertanya kepada budak dalam hadits jariah "Dimana Allah?" sang jariah pun menjawab "di langit" kemudian rasul bersabada untuk membebaskan jariah itu karena dia adalah seorang muslimah. Dalil inilah yang digunakan untuk mempengaruhi dan mengungkit membahas Dzat Allah yang menimbulkan perbincangan yang panjang dan bahkan sampai saling kafir mengkafirkan satu sama lain.

Saya juga pernah berdialog dengan kelompok ini, sy mempertahankan allah Ada tanpa membutuhkan tempat, sementara dia mengatakan bahwa Allah bersemayam di asry, sy pun setuju dan beriman dengan firman Allah, bahwa Allah beristiwa' di atas Arsy, akan tetapi makna Istiwa bukan berarti bersemayam atau bertempat disana, namun artinya tinggi dan terlepas dari arsy tidak tergantung olehnya, bahkan segala sesuatu membutuhkan Allah. diapun mengeluarkan begitu banyak dalil untuk mendukung pernyataannya bahwa Allah ada dilangit atau di arsy, pada akhir dialog saya bertanya Apakah pernyataannya bahwa "Allah ada di Langit/ di atas Arsy" tersebut bertentangan dengan pernyataan saya bahwa "Allah Ada tanpa Tempat?" akhirnya dia hanya kembali membahas mengenai dalil, dan mengungkapkan dalil dalil lagi tidak ada jawaban yang jelas.

Sebenarnya jawaban itu penting, karna jika dikatakan bahwa ungkapan dia "Allah bersemayam di Arsy" itu membantah perkataan "Allah ada tanpa membutuhkan tempat" maka keyakinan orang tersebut adalah keliru, karna menetapkan tempat bagi Allah, tetapi jika dia katakan "tidak membantah dan itu selaras", maka bisa diyakini bahwa dia menyerahkan makna Istiwa Alal arsy yang artinya bukan bersemayam tentunya, karna bersemayam adalah menempati tempat, dan inilah pemahaman tafwidz, yaitu meyakini lafadz sesuai Dalil yang ada, namun dalam keyakinan memaknakan maksudnya dengan menyerahkan kepada Allah SWT.

--
Your Best Regard
www.rindurosul.wordpress.com
http://www.rumahvendi.phpnet.us

No comments: